Monday, August 23, 2010

Teruntuk Calon Suamiku

*Mohon doanya ya..kemarin aku sudah ke Lampung, sudah ketemu orangtuanya, 
  sekarang tinggal nyiapin hari H
~emang dah sampai mana persiapan?
*peningsetan udah, baju manten perempuan buat dia juga udah, trus opo meneh yo? heheee...
= = = = = = = == = = = = = = = = = =

Itulah sepenggal percakapan antara aku dengan teman yang ternyata berniat untuk melangsungkan pernikahan Alhamdulillah...satu lagi temanku berniat untuk melengkapi setengah diennya. Berbeda lagi dengan percakapan bersama sobat dekatku waktu itu. Dia yang baru saja patah hati, dan mencoba membuka lembaran baru bersama lelaki lain. 

*Aku maunya seriusan aja. Ga mau pacaran kelamaan.
~Hee?? ya baguslah..tapi kudu jelas asal usul lakinya dari mana.
*Kemarin dia dah ke rumah, ketemu ama mamah papah, trus ya ditanya-tanyain gitu.
~weww..baru dua kali ketemu, trus nembung arep seriusan? sik too...ntu laki asalnya dari mana? serius beneran atau *serius* ga jelas nih? ojo asal ta'arup lho...

Ya, aku cukup was-was dengan kata taaruf. Jangan sampai suatu kata yang dasarnya baik, tapi jadi disalahartikan dan disalahgunakan. Kalau background agamanya baik, pasti sadar dan paham arti di balik kata itu. Tapi waktu percakapan dengan temanku itu, hmm..aku tak begitu melihat background agama yang paham betul akan makna dari taaruf. Segera kutepis pikiran itu. Waspada boleh, tapi tak boleh negatif thinking. Toh, orangtuanya juga menginterogasi ini.

Komitmen - Lamaran - Pernak Pernik Pernikahan - Ijab Qobul - Walimahan

Suatu proses yang perlahan tapi pasti, diinginkan oleh setiap pasangan. Agar mempunyai keturunan yang islami, dimulai dengan memilih calon pasangan yang islami pula. Kalimat yang sering kudengar. Bahkan dianjurkan untuk memilih pasangan berdasarkan agamanya. Tentu dengan konsekwensi, diri ini juga membaguskan akhlak dulu, agar mendapat pasangan yang sesuai. 

Berbicara soal lamaran, baru kuingat bahwa untuk kali ini, bapakku tak bisa menemani di hari lamaranku kelak. Berbeda disaat kakak kakakku dilamar. Masih kuingat dengan jelas, tatkala bapak menyambut kedatangan calon keluarga. Masih kuingat juga ketika bapak diskusi, serta memberikan masukan ataupun wejangan pada anak dan calon mantunya saat itu. Bapak memang tak pernah menjodohkan anak-anaknya. Tapi kebebasan yang tentu ada batasannya. Bapak walau tak overprotektif, tapi kooperatif dan tetap membentengi ketiga puterinya saat itu. Yaa..tiga! karena untuk puterinya yang terakhir ini, tampaknya bapak mempercayaiku untuk membentengi dan menyeleksi calon sendiri. Mempercayai bunda dan ketiga mbakku untuk menjagaku, termasuk di hari lamaranku nanti. Saking percaya nya, bapak tak bisa hadir di hari itu. Cukup semua ilmu terdahulu, diterapkan kembali. Lewat istri, ataupun ketiga puterinya yang lain. 


Masih kuingat pula sepenggal kalimat yang pernah terucap ke bundaku (ak lupa siapa yang mengucapkannya) :
*wah..enak yaa..punya anak? empat.. puteri semua.. besok tinggal dapet-dapetan itu waktu lamaran/nikahan. 

Doenk!!

Memang, untuk adat Jawa, puteri boleh meminta syarat apa saja pada pihak keluarga laki. Peningsetan. Atau serah-serah'an. Kalau di adat Jawa, bisa mulai dari berpuluh puluh juta uang, baju dari luar sampai dalam, atas sampai bawah, sepatu, tas, kosmetik, atau sampai ke beras serta ayam hitam yang entah aku lupa apa filosofinya. Belum lagi untuk mahar. Memang dibolehkan untuk meminta apa saja sebagai maharnya. Kemarin yang terakhir kudengar? ada yang meminta rumah lengkap sebagai maharnya. Weewww!! Mahalnya punya anak laki? buat nikah aja harus siapin duit beratus-ratus jeti. Simpelnyaa kalau semua berdasarkan agama. Bukan berdasar adat. Kalau di agama jelas dalilnya. Cukup mahar. Dan sebaiknya mahar yang sederhana, itu yang utama. Peningsetan? siraman? itu memang bagus filosofinya. Tapi tentu juga membutuhkan uang yang lebih banyak dalam pengadaannya.


Keluargaku sejauh ini tak pernah menggunakan adat. Walaupun keluarga besar bunda masih berasal dan dekat dekat keturunan Kraton, dan adat istiadatnya kencang, tapi bapak dan ibu tetap tidak pernah menggunakan adat. Mending uangnya dipakai untuk syukuran. Bisa lebih enak menjamu tamu. Kata bapak. Soal peningsetan? orangtuaku tak pernah ngarani. Anak-anaknya ditanyai, pengen pake peningsetan tidak? atau cukup mahar. Dan kebetulan ketiga kakakku tak pernah pakai peningsetan yang sampai berpuluh-puluh meter rombongannya. Dua dari tiga kakakku bahkan cukup mahar, tak ada peningsetan. Yang satu? cukup  baju, sepatu, kosmetik, dan tidak terlalu mengelurkan biaya. Simpel. Yang terpenting: Mudah, tapi jangan dipermudah. Filosofi peningsetan sebenarnya bagus : Dengan adanya peningsetan yang berpuluh puluh juta, terkadang kan itu untuk mengikat calon mantu laki agar tidak mempermainkan anak perempuannya. ^^ 


Kalau ditanya? apa aku pengen pakai peningsetan? sejauh ini aku masih bilang TIDAK. Tapi aku juga ga mau diperistri oleh sembarangan orang. Mahar? aku tak perlu rumah beserta isinya sebagai mahar. Kakakku kedua menggunakan emas sebagai mahar, karna konsekwensi untuk menjadikan seperangkat alat sholat sebagai mahar dirasa masih berat. Bagi orang yang faham tanggung jawab di balik *seperangkat alat sholat* tentu itu tidak main-main. Suami yang memberikan berarti harus membimbing dalam hal ibadah, baik hablum minallah dan hablum minanas. Tetanggaku malah ada yang menggunakan hafalan Ar Rahman sebagai mahar. Subhanallah. Menggetarkan hati tatkala dibacakan. Memang ada banyak pilihan untuk memilih mahar. Semua tergantung pada niat dan makna di balik mahar itu. 


1. Seperangkat alat sholat
2. Buku Fiqih
3. Bacaan QS 55 ; 01 - 78
4. Tafsir al - Misbah


Hee..entah mengapa aku sedang ingin keempat hal itu sebagai maharku kelak. Seperangkat alat sholat, karna kuharapkan suamiku nanti bisa membimbing secara kaffah istri dan anak-anaknya. Di dalamnya ada Al - Quran, yang tentunya berisikan petunjuk, menggapai kebahagiaan akherat dan dunia. Di dalamnya juga tertera mana kewajiban istri - kewajiban suami, dan apa saja hak yang akan diperoleh. Tak perlulah aku mengajukan syarat : calon suami harus punya rumah, bekerja, atau syarat lainnya yang terlihat secara materi. Karna jika dia paham Al Quran dan ajaran agama, maka konsekwensi dari menjadi seorang suami adalah bekerja, memberikan naungan ( entah itu kontrakan/rumah sendiri). Jika nilai agama sudah dipahami, insyaallah kehidupan dunia juga akan tergapai. 


Fiqih. Ada banyak fiqih sebenarnya. Aku masih belum spesifik untuk yang satu ini. Yang pasti, aku ingin belajar, tata cara islam secara menyeluruh. Semua juga ada di fiqih. Tentu menyenangkan bila aku bisa diberikan fiqih ini. Konsekwensinya buat aku? tentu aku harus belajar dan menerapkan ilmu fiqih tersebut. Aku ingin belajar bersama suamiku kelak. Mana yang baik menurut agama? mana yang diperbolehkan? bagaimana mengatur hubungan dalam keluarga? ataupun tetangga?ataupun tata cara ibadah? semua tentu juga tertera disana. 


Bacaan QS 55 ( 78 ayat ). Aku memang jatuh hati pada surat ini. Diriku ingin mendengar calon suamiku mengaji. Toh? itu juga mendatangkan pahala bagi yang membaca ataupun yang mendengarkan. Surat Ar-Rahman merupakan surat kesukaanku. Disini aku hanya ingin dibacakan saja. Bukan setor hafalan, sebagaimana tetanggaku. Itu cukup berat. Cukup baca saja, tak perlu dihafal. Itulah keinginanku. Dengah harapan pula, semoga menjadi awal yang baik, agar keluargaku nanti bisa sakinah mawadah wa rahmah.


Tafsir al Misbah. Setiap kali aku mendengar bapak Quraisy Shihab dalam memberikan kuliahnya di acara tersebut, aku suka. Penjelasannya menyenangkan. Ingin rasanya aku punya tafsir itu. Tapi sejauh ini aku belum punya. ^^ Minta sama calon suami sajalah. hehehee.. Terlepas sampai sekarang aku belum tau, siapa yang akan melamarku kelak. Wallahu'alam. Manusia hanya bisa berencana, namun Tuhan yang menentukan. Sebagaimana keinginanku ini? entah..apa bisa direalisasikan tatkala aku menikah besok, atau sekedar keinginanku semata. Biarkan waktu yang kan menjawab. Aku hanya ingin menikah dengan sesosok orang yang tahu akan tanggung jawab. Karena bapak kebetulan sekarang tak bisa membentengi diriku secara langsung, ya ijinkanlah aku membuat kriteria ini untuk calon suamiku. Karena aku anak terakhir. Karena aku tak mau jatuh pada orang yang salah.  Karena aku ingin lebih mencintai Allah swt lewat keluargaku. Serta yang terpenting, aku ingin keluarga kecilku besok senantiasa diberkahi Allah swt. Allahumma amin.. ^^

6 comments:

  1. ne promosi ato apa bu?
    good reads.. :)

    ReplyDelete
  2. andixept alias pemilik *katasaya.blogspot.com* kenape kau ga nge link kan blogmu, Nak?? ^^
    promosi? aii aii..ini kan curcol.. ^^

    ReplyDelete
  3. nice del,,
    promosi diri ki,, dudu promosi blog

    nice info, khususnya yg masalah adat,,,

    ReplyDelete
  4. waha..sapa tau kau mau memperistri orang jawa.. ^^ pake siraman,lempar suruh, ayam cemani, beras, pisang setandan, filosofinya bagus lhoo ^^ besok aku kupas ah..kalo ini kan cuman sbagai bumbu ^^

    ReplyDelete
  5. Anonymous10:49 AM

    ckckckck.... i salute you

    ReplyDelete
  6. i know who you are.. ^^
    walau kau berbungkus *anonymous* :)
    smoga lancar Ya Hendra.. makasih sudah menyempatkan diri mampir baca... makasih dah berbagi cerita denganku juga di YM..
    innallaha maana.. ^^

    ReplyDelete