sambungan dari DIA ( part 1 ) serta DIA ( part 2 ) . Kuberikan linknya..tinggal klik, jika ingin tahu cerita sebelumnya.
Sore ke malam itu, aku tak bisa tidur. Rasa kantuk yang tertahan pasca kepulanganku dari Bandung, rasa rasanya menguap begitu saja, pasca kudengar berita duka itu. Hingga akhirnya aku tertidur jam 23.xx dan terbangun jam 03.xx dini hari. Sesekali kulihat HP, membalas sms yang masuk dari teman-teman yang bertanya soal berita duka tersebut. Kubaca pula sms dari Agung, Mas Eja, Santo, Wikan, Sandya, Sari, serta Andy. Hmmmphh....
"Istighfar mbak..ikhlasno..ikhlasno..ben luwih enteng..yoo." Mbak...melek mbaak..ojo merem ngunu..astagfirulloh...kipas-kipas..dikipasi wae ki...mbak..mbak.."( kata seorang ibu muda yang berjilbab sambil mengipasi si ibu)====================================================================
Sore ke malam itu, aku tak bisa tidur. Rasa kantuk yang tertahan pasca kepulanganku dari Bandung, rasa rasanya menguap begitu saja, pasca kudengar berita duka itu. Hingga akhirnya aku tertidur jam 23.xx dan terbangun jam 03.xx dini hari. Sesekali kulihat HP, membalas sms yang masuk dari teman-teman yang bertanya soal berita duka tersebut. Kubaca pula sms dari Agung, Mas Eja, Santo, Wikan, Sandya, Sari, serta Andy. Hmmmphh....
Dan akhirnya, tak terasa sudah pukul 06.30. Akupun berangkat ke kampus, karna menurut perjanjian kami harus berangkat jam 07.00 WIB. Sejenak aku menghampiri Sandya di kosnya terlebih dahulu, baru menuju ke halaman bawah Masjid Al Muqtasidin, masjid kampusku. Bertemu dengan teman-teman yang terlebih dahulu berkumpul. Aku masih netral, bertemu dengan mereka. Tapi tatkala bersua dengan Mas Eja, Mas Fendy, Sari, serta Agung dan Andy, tiba-tiba perasaan kehilangan itu muncul. Fyuuuh.. kuhela nafas. Astagfirulloh....astagfirullah..
Tepat pukul 07.35 WIB kami berangkat. Dengan menggunakan 4 mobil, serta kurang lebih 20an anak. Kulihat para power ranger berada dalam 1 mobil Avanza hitam. Bakti, Agung, Andy, Tinton. Akhirnya, aku melihat mereka berkumpul formasi lengkap. Lengkap??!? tidak lengkap sebenarnya. Karna ada yang kurang.....ranger biru kotak-kotak. Aku tak tahu apa yang ada dalam benak mereka saat itu. Entah.. Bahkan aku pun tak tahu apa yang kurasa saat itu.
Aku dan Sari berada dalam 1 mobil, bersama Nanda, Galih, Ridwan, serta Kaboel. Sementara Sandya, Mba Yeni, berada 1 mobil dengan crew perpus lainnya, seperti Mas Eja, Mas Fendy. Selama perjalanan berangkat, aku masih bersendau gurau sesekali dengan teman-teman. Perjalanan terasa lama. Pemakaman dimulai mulai pukul 10.00 dan perjalanan ini terasa lama buatku. Jalan Wates - Wates - Temon - Purworejo. Yaa, akhirnya jam 09.xx kami sampai di Purworejo. Sedikit lagi kita sampai. Bismillah.. kuatkan hati kami smua Ya Rabb..bisikku. Hingga akhirnya, mobil yang kami tumpangi pun berbelok ke arah kanan. Ke sebuah gang kecil. Hanya sekitar 50 meter dari jalan besar, bisa kulihat bendera putih itu. Bendera putih serta beberapa orang di pinggiran jalan. Para takziah. Keluarlah kami dari mobil, seraya menunggu teman-teman yang juga keluar dari mobilnya masing-masing. Perlahan, kamipun masuk ke gang kecil. Dari jauh, akhirnya kulihat rumah itu. Terletak di utara jalan, menghadap selatan. Rumah duka..
Kamipun disambut oleh ayahandanya di teras rumah. Perih aku melihat beliau. Orangtua mana yang tidak sedih, tatkala anak sulung kebanggaannya berpisah lebih awal.
Innalillahi wa innaillaihi rojiun.. Innalillahi wa innailaihi rojiun..innalillahi wa innailaihi rojiun..hanya kalimat itu yang terucap dari bibirku. Mataku perih, dan kulihat beberapa teman perempuanku pun juga tak kuasa menahan tangis. Terlebih ketika kami bersua dengan ibundanya di dalam rumah. Rumah mungil yang kini dipenuhi oleh kami, rombongan takziah dari Yogyakarta. Kulihat teman-temanku lelaki perlahan mendekati jenazahnya. Mendoakan, serta melihat raut wajahnya tuk yang terakhir kali. Dan, seperti rencana semula. Kami mensholatkan dia. Tinton, Andy, Agung, Bakti serta beberapa teman yang lain, berkesempatan menyolatkan dia dalam 1 jamaah. Baru setelah itu aku dalam jemaah yang berikutnya.
Allahu akbar.. (takbir pertama)
Suara Nanda mengimami aku dan teman-teman puteri serta beberapa teman lelaki.
Allahu akbar.. (takbir kedua)
air mataku tak kuasa jatuh..Astagfirulloh..ini temanku, seumuranku..Teringatku akan semua sms semangatnya, kenangan dia yang masih senyum, walau sebenarnya dia kesakitan..
Allahu akbar.. (takbir ketiga)
Kurasakan suara Nanda pun tercekat. Seakan menahan tangis..
Allahu akbar.. (takbir keempat)
Assalamu'alaykum warahmatullah... Assalamu'alaykum warahmatullah..
Ya Rabb, aku selalu berusaha melihat hikmah di setiap kejadian. Ketika aku melihat hikmah itu, aku tau kalau aku akan bisa tersenyum, walaupun kejadian itu tak kumaui sekalipun. Itu yang kurasa tatkala Ayahandaku meninggal. Aku masih bisa tertawa, senyum dalam kehilanganku dikala itu. Karna kutahu, dan karna aku bisa melihat skenarioMu yang begitu indah. Aku baru menangis sedih, tatkala ada yang ingin kulakukan, namun belum kesampaian. Menunjukkan kalau aku lulus ujian skripsi, misalnya. Ataupun wisuda, lamaran, serta momen menikah nantinya. Di waktu-waktu itu, pasti aku akan menangis kehilangan.
Siang itu, aku menangis. Jauh lebih menangis daripada di hari waktu Ayahku meninggal. Ada yang belum kulakukan untuknya. Sms penyemangat? belum kukirimkan. Niat..niat..niat..hanya niat saja, tak kulakukan. Kunjungan untuk menengok di hari Ahad? astagfirulloh..itu juga belum kami lakukan. Dalam kondisi itu, aku merasa sangat sedih. Ada yang belum aku lakukan. Ada yang belum aku tunjukkan, padahal aku sudah berniat. Astagfirulloh..
Beberapa waktu kemudian pasca kami selesai mendoakan, pihak keluargapun segera memulai prosesi pemakaman. Dari dalam rumah, kudengar suara MC yang memulai acara dalam bahasa jawa. Sesaat kemudian, beberapa orang mendekati jenazahnya. Mulai mengikatkan 7 tali serta merapikan pakaian terakhirnya. Astagfirulloh. Itu temanku. Terlintas dalam pikiranku, benar-benar Allah yang Maha Tau umur hambaNya. Mau 60 tahun, 30 tahun, atau 24 tahun? itu kehendak Allah. Seakan lewat dirinya, Allah mengingatkan kami, untuk bersiap menghadapi kematian setiap saat.
"Kursi..kursi.." kata salah seorang tetangga dan juga Andy yang meminta kursi sebagai tempat ayahandanya. Dan beliaupun akhirnya duduk di kursi, sambil menatap jenazah anaknya yang siap diberangkat. Ditemani oleh putera keduanya. Ohh, akhirnya aku melihat adiknya yang selama ini diceritakan ke aku.
Kulihat ada beberapa tetangga serta saudara yang menemani ibunya yang terduduk lemas. Tampak pasrah dan ikhlas, namun tetap saja kehilangan yang teramat dalam terlihat dari wajahnya. Beliau hanya memejamkan mata selama doa dan prosesi dilakukan. Dan akhirnya jenazahpun diberangkatkan. Sepertinya orangtua masih berada di rumah, tatkala jenazah berangkat diikuti oleh para takziah yang berjalan kaki.
Makam hanya berjarak sekitar kurang lebih 300 meter. Rumah baru dia berada di samping sungai kecil yang mengalir. Kulihat, perlahan para tetangga menurunkan jenazahnya. Mengaturnya, lalu sedikit demi sedikit mereka menutupnya dengan tanah. Ya, akhirnya jenazah itu perlahan tertutup oleh tanah. Kembali aku berasa diingatkan akan suatu kematian. Kematianku sendiri. Inibaru kali kedua aku melihat dari dekat prosesi pemakaman sampai selesai. Kulihat, salah satu pengubur itu kemudian membuka sebutir kelapa, menuangkan air kelapa ke gundukan tanah yang baru saja terbentuk itu. Kemudian membelah kelapa itu jadi dua, dan meletakannya satu per satu di ujung makamnya. Doa bersamapun dipanjatkan.
Seusai doa, beberapa takziah mengambil kerikil, lalu meletakkan atau melempar perlahan ke arah makam. Aku tak tahu kebiasaan ini. Yang pasti, perlahan mereka satu per satu meninggalkan makam. Tinggallah kami, para takziah dari Yogya yang akhirnya mau tak mau juga harus pergi dari tempat ini. Di sampingku, Sari yang sedikit terisak mengabadikan rumah baru itu via kamera HP. Aku hanya berbisik pada Sari "Siapa yang jadi orang terakhir yang meninggalkan makam ya? Nanti langkah ketujuh darinya pasti dia akan didatangi malaikat." Hufftt...
Dan akhirnya, akupun juga melangkah menjauhi makam itu.
Ini sekedar cerita dariku. Kuceritakan tentang kebaikan yang ada pada dirinya, yang kutahu.. Tentang dirinya yang mengingatkanku arti kehidupan yang sementara ini. Dia yang jarang mengeluh pada orang luar, walaupun kondisi pahit sekalipun.
Dia yang selalu berusaha berpositif thinking akan skenario Allah. Dia yang selalu semangat. Dia juga yang mengajariku akan rasa tanggung jawab terhadap adik, dan orangtua. Dia pula yang mengingatkanku akan mahalnya nikmat sehat serta pentingnya menggunakan waktu luang sebaik-baiknya. Dia yang kulihat selama di rumah sakit, selalu sholat tepat waktu. Mendengarkan murotal. Serta slalu berusaha tampak senyum di depan orang lain, walau sakit sekalipun.
Terimakasih Allah, Engkau telah mengenalkan aku padanya. Sangat singkat pertemuan kami. Dan aku memang bukan siapa-siapanya. Banyak peringatan yang Kau berikan pada kami lewat dia. Hidup yang singkat. Kematian yang bisa datang kapan saja, serta masih banyak lagi yang telah Engkau ajarkan lewat dirinya. Termasuk peringatan agar kami tidak menunda suatu rencana yang baik. Dia banyak memberikan makna pada kehidupan kami. Sekarang, giliran kami yang akan berusaha memberikan yang terbaik buat dia.
Itulah ceritaku tentang dia. Dia yang diberi nama FANDI SETIAWAN oleh orangtuanya. FANDI, si power ranger biru kotak-kotak. :)
Kamipun disambut oleh ayahandanya di teras rumah. Perih aku melihat beliau. Orangtua mana yang tidak sedih, tatkala anak sulung kebanggaannya berpisah lebih awal.
"Maafkan segala kesalahan putera saya ya.."Airmatapun tampaknya tak terbendung ketika beliau berjabat tangan dengan para power ranger. Bakti, Tinton, dan tentu saja Agung serta Andy. Entah apa yang diucapkan mereka satu sama lain.
Dari teras rumah itu, aku sudah melihat dia. Ya..dia yang terbaring membujur utara ke selatan. Berselimutkan jarik dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Innalillahi wa innaillaihi rojiun.. Innalillahi wa innailaihi rojiun..innalillahi wa innailaihi rojiun..hanya kalimat itu yang terucap dari bibirku. Mataku perih, dan kulihat beberapa teman perempuanku pun juga tak kuasa menahan tangis. Terlebih ketika kami bersua dengan ibundanya di dalam rumah. Rumah mungil yang kini dipenuhi oleh kami, rombongan takziah dari Yogyakarta. Kulihat teman-temanku lelaki perlahan mendekati jenazahnya. Mendoakan, serta melihat raut wajahnya tuk yang terakhir kali. Dan, seperti rencana semula. Kami mensholatkan dia. Tinton, Andy, Agung, Bakti serta beberapa teman yang lain, berkesempatan menyolatkan dia dalam 1 jamaah. Baru setelah itu aku dalam jemaah yang berikutnya.
Allahu akbar.. (takbir pertama)
Suara Nanda mengimami aku dan teman-teman puteri serta beberapa teman lelaki.
Allahu akbar.. (takbir kedua)
air mataku tak kuasa jatuh..Astagfirulloh..ini temanku, seumuranku..Teringatku akan semua sms semangatnya, kenangan dia yang masih senyum, walau sebenarnya dia kesakitan..
Allahu akbar.. (takbir ketiga)
Kurasakan suara Nanda pun tercekat. Seakan menahan tangis..
Allahu akbar.. (takbir keempat)
Assalamu'alaykum warahmatullah... Assalamu'alaykum warahmatullah..
Ya Rabb, aku selalu berusaha melihat hikmah di setiap kejadian. Ketika aku melihat hikmah itu, aku tau kalau aku akan bisa tersenyum, walaupun kejadian itu tak kumaui sekalipun. Itu yang kurasa tatkala Ayahandaku meninggal. Aku masih bisa tertawa, senyum dalam kehilanganku dikala itu. Karna kutahu, dan karna aku bisa melihat skenarioMu yang begitu indah. Aku baru menangis sedih, tatkala ada yang ingin kulakukan, namun belum kesampaian. Menunjukkan kalau aku lulus ujian skripsi, misalnya. Ataupun wisuda, lamaran, serta momen menikah nantinya. Di waktu-waktu itu, pasti aku akan menangis kehilangan.
Siang itu, aku menangis. Jauh lebih menangis daripada di hari waktu Ayahku meninggal. Ada yang belum kulakukan untuknya. Sms penyemangat? belum kukirimkan. Niat..niat..niat..hanya niat saja, tak kulakukan. Kunjungan untuk menengok di hari Ahad? astagfirulloh..itu juga belum kami lakukan. Dalam kondisi itu, aku merasa sangat sedih. Ada yang belum aku lakukan. Ada yang belum aku tunjukkan, padahal aku sudah berniat. Astagfirulloh..
Seakan aku diingatkan oleh Allah, jika punya niat baik..segera lakukanlah..Janganlah ditunda! Karna apapun bisa terjadi..
Beberapa waktu kemudian pasca kami selesai mendoakan, pihak keluargapun segera memulai prosesi pemakaman. Dari dalam rumah, kudengar suara MC yang memulai acara dalam bahasa jawa. Sesaat kemudian, beberapa orang mendekati jenazahnya. Mulai mengikatkan 7 tali serta merapikan pakaian terakhirnya. Astagfirulloh. Itu temanku. Terlintas dalam pikiranku, benar-benar Allah yang Maha Tau umur hambaNya. Mau 60 tahun, 30 tahun, atau 24 tahun? itu kehendak Allah. Seakan lewat dirinya, Allah mengingatkan kami, untuk bersiap menghadapi kematian setiap saat.
Bagaimana jika aku yang terbujur kaku? apakah akan banyak yang menangisiku, seperti saat ini? kalimat tanya itu terlintas dalam benakku.Kulihat Nanda, Galih, serta beberapa teman lelaki mendekati jenazah. Termasuk Andy. Kudekati Agung yang waktu itu masih di dalam ruangan satunya. Agung terdiam, terduduk di tikar yang terhampar di ruangan. Raut muka yang begitu sedih, tampak terlihat.
"Gung...keluar yuk.." kataku.Dia hanya menggelengkan kepala sambil berusaha menahan airmatanya.
"Ra kuat aku, Del..tak disini saja"sahut dia seraya menundukkan wajah serta menelungkupkan kedua tangannya.
"Yuk..metu yuk..dia pasti senang, kalau sahabatnya mau menemani. Kita juga dah sampai sini..yuk.Dan akhirnya, beberapa detik setelah itu, barulah Agung berdiri, dan perlahan mendekati jenazah. Mendekati teman-teman yang terdiam membisu melihat tubuh sahabat mereka disiapkan untuk perjalanan terakhir ini. Setelah pakaian putih itu selesai dibenahi, barulah orang-orang itu membawanya keluar rumah. Doapun dimulai. Al - Fatihah..serta serangkaian doa dipanjatkan.
"Kursi..kursi.." kata salah seorang tetangga dan juga Andy yang meminta kursi sebagai tempat ayahandanya. Dan beliaupun akhirnya duduk di kursi, sambil menatap jenazah anaknya yang siap diberangkat. Ditemani oleh putera keduanya. Ohh, akhirnya aku melihat adiknya yang selama ini diceritakan ke aku.
"Istighfar mbak..ikhlasno..ikhlasno..ben luwih enteng..yoo." Mbak...melek mbaak..ojo merem ngunu..astagfirulloh...kipas-kipas..dikipasi wae ki...mbak..mbak.." ( kata seorang ibu muda yang berjilbab sambil mengipasi si ibu)
Kulihat ada beberapa tetangga serta saudara yang menemani ibunya yang terduduk lemas. Tampak pasrah dan ikhlas, namun tetap saja kehilangan yang teramat dalam terlihat dari wajahnya. Beliau hanya memejamkan mata selama doa dan prosesi dilakukan. Dan akhirnya jenazahpun diberangkatkan. Sepertinya orangtua masih berada di rumah, tatkala jenazah berangkat diikuti oleh para takziah yang berjalan kaki.
Makam hanya berjarak sekitar kurang lebih 300 meter. Rumah baru dia berada di samping sungai kecil yang mengalir. Kulihat, perlahan para tetangga menurunkan jenazahnya. Mengaturnya, lalu sedikit demi sedikit mereka menutupnya dengan tanah. Ya, akhirnya jenazah itu perlahan tertutup oleh tanah. Kembali aku berasa diingatkan akan suatu kematian. Kematianku sendiri. Inibaru kali kedua aku melihat dari dekat prosesi pemakaman sampai selesai. Kulihat, salah satu pengubur itu kemudian membuka sebutir kelapa, menuangkan air kelapa ke gundukan tanah yang baru saja terbentuk itu. Kemudian membelah kelapa itu jadi dua, dan meletakannya satu per satu di ujung makamnya. Doa bersamapun dipanjatkan.
Seusai doa, beberapa takziah mengambil kerikil, lalu meletakkan atau melempar perlahan ke arah makam. Aku tak tahu kebiasaan ini. Yang pasti, perlahan mereka satu per satu meninggalkan makam. Tinggallah kami, para takziah dari Yogya yang akhirnya mau tak mau juga harus pergi dari tempat ini. Di sampingku, Sari yang sedikit terisak mengabadikan rumah baru itu via kamera HP. Aku hanya berbisik pada Sari "Siapa yang jadi orang terakhir yang meninggalkan makam ya? Nanti langkah ketujuh darinya pasti dia akan didatangi malaikat." Hufftt...
Dan akhirnya, akupun juga melangkah menjauhi makam itu.
"Pamit dulu ya ranger biru kotak-kotak..baik-baik di sana ya..yang pinter jawab pertanyaan dari malaikat ya.."ucapku sendu sambil melangkahkan kaki. Meninggalkan makam itu diiringi gemericik aliran sungai kecil yang ada di samping makam.
Ini sekedar cerita dariku. Kuceritakan tentang kebaikan yang ada pada dirinya, yang kutahu.. Tentang dirinya yang mengingatkanku arti kehidupan yang sementara ini. Dia yang jarang mengeluh pada orang luar, walaupun kondisi pahit sekalipun.
Dia yang selalu berusaha berpositif thinking akan skenario Allah. Dia yang selalu semangat. Dia juga yang mengajariku akan rasa tanggung jawab terhadap adik, dan orangtua. Dia pula yang mengingatkanku akan mahalnya nikmat sehat serta pentingnya menggunakan waktu luang sebaik-baiknya. Dia yang kulihat selama di rumah sakit, selalu sholat tepat waktu. Mendengarkan murotal. Serta slalu berusaha tampak senyum di depan orang lain, walau sakit sekalipun.
Terimakasih Allah, Engkau telah mengenalkan aku padanya. Sangat singkat pertemuan kami. Dan aku memang bukan siapa-siapanya. Banyak peringatan yang Kau berikan pada kami lewat dia. Hidup yang singkat. Kematian yang bisa datang kapan saja, serta masih banyak lagi yang telah Engkau ajarkan lewat dirinya. Termasuk peringatan agar kami tidak menunda suatu rencana yang baik. Dia banyak memberikan makna pada kehidupan kami. Sekarang, giliran kami yang akan berusaha memberikan yang terbaik buat dia.
Ya Allah, Semoga Engkau senantiasa menghapus dosanya. Semoga setiap sakit yang ia derita kemarin, bisa menjadi penghapus dosanya. Semoga Engkau senantiasa melapangkan kuburnya. Semoga Engkau senantiasa menerangi kuburannya. Terimalah segala amal kebaikannya. Semoga senantiasa mengalir amal jariyahnya. Semoga doa kami ini sampai pada dirinya. Sampaikan rasa kangen dan terimakasih kami untuknya Ya Rabb. Semoga keluarga yang ditinggalkan bisa senantiasa ikhlas. Dan doaku, semoga Engkau bisa membarokahi sisa umur kami, serta mengumpulkan kami semua kelak di SurgaMu bersama orang-orang muslim lainnya. Amin..
Itulah ceritaku tentang dia. Dia yang diberi nama FANDI SETIAWAN oleh orangtuanya. FANDI, si power ranger biru kotak-kotak. :)