Friday, September 24, 2010

Obrolan Ringan di Waktu Malam

Setiap aku buka blog ini, yang aku lihat pertama kali adalah counter di pojok kanan bawah. Setelah itu, aku mengecek kolom Jejak Peninggalan Pembaca, serta Bincang - Bincang Yook.. ^^ makin heran tatkala counter yang ada ternyata berubah jumlahnya. Itu berarti, dimungkinkan ada orang yang nyasar ke blogku ini. 

Bukan indikasi utama bahwa mereka membaca blogku ini sih, tapi..ketika kulanjut ke Jejak Peninggalan Pembaca,  ataupun kolom Bincang- Bincang Yook, dan terlihat ada yang meninggalkan jejak disana, waa..baru sadar ternyata diary online ku ini dibaca oleh orang lain.. ^^ Kalimat pertama yang ingin kuucap, 
  • terimakasih telah meluangkan waktu membaca.. Terimakasih juga telah mau meluangkan waktu untuk meninggalkan komen disini.. Salam kenal buat anda semua.. ^^ 

Kali ini, aku mau berbagi pengalaman saja. Kemarin iseng-iseng aku bertanya pada partnerku. "Menurutmu, apa sih, yang harus dipersiapkan kalau nikah itu?"
Jawabannya simpel namun tidak singkat penjelasannya, 
"Menyiapkan hati". ( Maksudnya apa? tanyaku lebih lanjut )

"Ya menyiapkan hati, bahwa diri ini tidak lagi sendiri. Dengan begitu, konsekwensinya adalah, kita harus siap untuk berbagi apapun. Baik itu berbagi rasa, berbagi pikiran, berbagi waktu, berbagi tanggungjawab, termasuk aku selaku laki-laki yaa tentu saja harus menyiapkan hati untuk bisa memberikan nafkah pada keluargaku kelak". 

Meluncurlah ke topik selanjutnya, yang juga masih ada hubungannya. Membahas suatu kasus yang beredar di dunia maya. Tentang cerita bahwa ada sepasang suami istri, yang keduanya sama-sama sibuk di karier, sehingga anaknya pun lebih diurusi oleh babysitter. Hingga suatu hari, si anak ngambeg, nangis, tak mau dimandikan oleh babysitternya. Dia ingin dimandikan oleh bundanya. Bunda yang tetap bersikukuh tak mau memandikan karna faktor ~keburu ngantor~, membujuk agar si anak mau dimandikan oleh babysitter. Permintaan untuk dimandikan itu berlangsung terus hingga beberapa waktu, dan selalu berujung pada tetap tidak terpenuhi keinginan anak tersebut. Hingga, akhirnya beberapa minggu kemudian, ternyata anak tersebut sakit demam berkepanjangan yang berujung ke kematian. Bundanya baru menyadari kesalahannya, menangis, dan akhirnya memandikan putranya...tapi dalam kondisi sudah terbujur kaku tak bernyawa. Ini link nya > Bunda, Mandikan Aku Sekali Saja

Disini aku lalu bertanya pada partner diskusiku malam itu. 

"Apa komentarmu? ntah itu real story atau tidak, tapi yang pasti? skarang makin banyak saja to? kejadian dimana anak tak lagi mendapatkan kehangatan keluarga? atas nama emansipasi wanita, mereka kerja di luar." kataku.

Dia jawab " Yaap, itulah realita sekarang. Terlebih di kota-kota besar. Anak dititipkan ke orang lain, entah itu orangtua, ataupun babysitter. Ya komentarku sih,
istri tetaplah boleh kerja, namun tetap keluarga yang nomor satu. Semua sudah punya porsi tanggung jawabnya sendiri-sendiri." 

"Aku setuju pendapatmu" sahutku. 
 Tapi menurutku, ada pergeseran norma juga sih di masyarakat. Aku pernah baca hasil survei di majalah F***** 
"Apakah anda keberatan bila istri anda bekerja dan punya gaji lebih tinggi dari anda?"

Mayoritas menjawab : tidak masalah, karna istri jadi bisa turut membantu perekonomian keluarga. Tidak masalah, selama masih bisa tetap menghormati suami. Serta jawaban lainnya? mengatakan keberatan, karna khawatir jadi acuh terhadap suami. 

Yaa..itulah realita. Hidup itu sekarang serba mahal. Kalau pemasukan keluarga bisa bertumpu pada lebih dari satu pos pemasukan, mungkin akan terasa lebih ringan. Namun, terjadi pergeseran disini, bahwa tugas ibupun menjadi teralih. Sebagaimana yang dulu pernah kutulis, bahwa aku sangat sangat salut pada wanita yang memilih bekerja di luar, namun tetap mengurusi keluarga. Tanggungjawabnya besar, serta capeknya itu lhoo? luar biasa.. ^^
Aku jadi teringat akan status FB mbak Ajeng. 

Islam memuliakan wanita, ibu rumah tangga pekerjaan mulia. Demikian juga wanita yang bekerja yang tiap sen uang yang dibelanjakannya untuk keluarga dihitung sebagai sedekah, karna itu bukanlah kewajibannya. Enaknya menjadi wanita.... tinggal luruskan saja niat anda

Aku juga menyukai komen di bawahnya yang mengatakan, "itulah wanita..mudah masuk surga, tapi juga mudah masuk neraka".. hehehee...betul betul betul.. Karna aku juga sering dengar, bahwa mayoritas penghuni neraka adalah kaum wanita, naudzubillahi min dzalik..

Malam itu, aku kembali mengupas diskusi dengan partnerku. 
"Apa keinginanmu ketika besok sudah nikah?" tanya dia

"Banyak. Smua juga sering kutulis di blog. Yaaa, kelak smisal aku diperkenankan menjadi istri ataupun ibu, aku ingin selalu bisa mengobrol ringan dengan keluargaku. Entah sebentar, ataupun lama. Di sela-sela kesibukan masing-masing, tampaknya itu harus dibudidayakan dari awal. Via telpon, atau perantara lain, maupun langsung. Agar chemistry antar anggota keluarga tetep terjaga. Sesibuk-sibuknya bapak, ataupun sesibuk-sibuknya aku sebagai istri, ataupun kelak jika punya anak,? aku ingin budaya itu slalu ada. Bercanda satu sama lain. Agar kehangatan keluarga tetap terjaga. Walau mungkin secara fisik jauh, tapi teteplaah, komunikasi antar anggota keluarga terjaga."

Di menit-menit obrolan kami waktu itu, topik beralih pada mengapa pasangan sering pada bertengkar.

"Beda pemikiran itu wajar. Karna emang, wanita itu lebih peka, lebih pakai hati daripada pria. Besok smisal benar-benar berjodoh, aku ingin bisa slalu bertukar pikiran denganmu tatkala ada perbedaan sikap. Sudut pandangku, sudut pandangmu, kita gabungkan..dan kita lihat dari atas. Pasti akan terasa lebih menyenangkan. Aku jadi tau apa maumu, dan dirimu pun akan tau apa yang ada di pikiranku. Itu semua harus dilakukan saat waktu luang antarpasangan, dan ngomongnya harus dalam kondisi tenang. Kalau salah satu ngomel? yaa..yang satunya ngademlaah"
Aku penasaran, kalau besok semua seperti rencana kita, bisakah kita masih ngobrol dan sharring sperti ini? harus bisa yaa..? Nikah kan ibadah, setiap jengkal dalam pernikahan dinilai sebagai ibadah, tentu dengan diniatkan lillahi ta'ala. Telfon? ibadah..ngobrol? ibadah..membantu istri? berpahala.. semua yang di fase pacaran = terlarang,waktu nikah? malah jadi dapat pahala. Aku heran, knapa ada kasus, pasangan yang waktu pacaran beromantis ria, tapi seiring waktu, tatkala married, kebiasaan romantis ria itu malah pudar. Kan rugi to? Salut dah ama pasangan Sophan Sopyan ama Widyawati yang sampai akhir hayatpun tetap membudidayakan beromantis ria ama pasangan. ^^ Besok aku gimana yak? hee...  

di akhir pembicaraan, aku hanya berucap..
Trims ya..sudah jadi partner diskusi ku selama ini. Dari kerjaan, sampai soal idup. Dirimu support aku dengan cara beda dari orang lain. Trims yaa.. ^^ Perumpamaannya, kalau aku lapar..orang lain memberiku nasi bungkus. Tapi kamu? malah memberiku penggorengan. Padahal aku belum bisa masak. Harus belajar dulu, sampai akhirnya aku bisa menyajikan makanan lalu menyantapnya. Dan kenyang. Itulah kamu. Mensuportku dengan cara lain. Memberikan alat, agar aku berusaha dulu dan mencapai apa yang kumau serta kubutuhkan. 

========================
* cerita di atas campuran antara asli ama fiktif. ^^ 
kalau semua ditulis sesuai asli? tampaknya jadi lebih panjang.. 

*kutulis sbagai pengingat untuk diriku sendiri di masa mendatang.. ^^ 














No comments:

Post a Comment