"Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
Bahkan, bisa saja orang yang tidak mampu? karna usaha dan doa? rejekinya menjadi lancar, atau diberi kemudahan mendapat beasiswa sekolah lagi?
dari orang lain"
Bahkan, bisa saja orang yang tidak mampu? karna usaha dan doa? rejekinya menjadi lancar, atau diberi kemudahan mendapat beasiswa sekolah lagi?
dari orang lain"
Yap yap yap...kupilih judul Dunia Kerja Dunia Kita untuk postinganku kali ini. Karna memang, tulisan yang ingin kubuat bertemakan dengan dunia kerja. Lebih tepatnya tentang pandanganku akan dunia kerja. Hidup dan kerja? bagaikan dua hal yang menurutku tak bisa dipisahkan. Keinginan, ambisi, serta cita-cita pun slalu menyertai dunia kerja. Keinginan? hmm.. yap, keinginan untuk bisa hidup lebih baik, keinginan untuk punya jabatan yang lebih tinggi, atau keinginan untuk berada di lingkungan kerja yang nyaman, lebih barokah? itupun juga bisa. Semua bergantung pada pemikiran tiap orang tentunya. Iya kan? ^^
Lalu bagaimana pandanganku akan dunia kerja? Aku yang notabene anak kemarin sore, yang baru saja lulus kuliah, di usia 22 tahun. Hmm..kuliah? itu brarti aku dulu memang dijalurkan oleh orangtuaku untuk sekolah tinggi, biar (diharapkan) pekerjaannya pun lebih layak. Tidak bisa dipungkiri bahwa sekarang tetap saja yang namanya syarat administrasi menggugurkan sgalanya di awal. Syarat : Pendidikan S2, berpenampilan menarik, mampu bekerja dalam tim, dll. Mau tak mau, yang mendaftarpun *hanya* orang-orang jebolan S2. Tentu itupun sepadan dengan gaji awalnya. Tingkat pendidikan pasti mempengaruhi gaji. Sebagaimana di PNS pun juga demikian. Menentukan golongan, dan jenjang karier.
Balik lagi ke kehidupanku. Alhamdulillah, aku masih bisa disekolahkan orangtuaku hingga tamat S1 Akuntansi. Bersyukur? jelas. Karna aku melihat, di luar sana banyak orang yang ingin sekolah tinggi? namun karna kondisi keuangan, terpaksa membuat cita-cita itu tertunda, atau bahkan pupus! Aku tau, kondisi negaraku ini masih belum mampu untuk membuat biaya sekolah murah dan terjangkau untuk sgala kondisi masyarakat. Inilah seleksi alam. Kejam? iya.. tapi menurutku? selama kita usaha, dan berdoa? apapun masih bisa terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Bahkan, bisa saja orang yang tidak mampu? karna usaha dan doa? rejekinya menjadi lancar, atau diberi kemudahan mendapat beasiswa sekolah lagi? dari orang lain.
Di bawah sadar, karna kondisi lingkungan keluarga, dan apa yang kulewati slama ini, membentuk suatu pola pikir tersendiri dalam hidupku. Termasuk dalam hal ini tentang menyikapi dunia kerja. Aku sadar bahwa aku perempuan. Muslim. Lulusan S1 Akuntansi. Slama ini aku melihat satu per satu kakak perempuanku memasuki dunia kerja-menikah-menjadi seorang ibu. Ada satu hal yang sama pada ketiga kakakku itu, yakni resign setelah punya anak. Memfokuskan diri pada investasi mereka, yakni anak-anak. Mereka mau tak mau menutup telinga, atas cemoohan beberapa orang yang menyayangkan keputusan mereka untuk meninggalkan karir yang sudah ditapaki slama ini. Atau? meninggalkan dunia mereka yang slama ini bertemu dengan banyak orang, tumpukan kerja, lalu saat ini berada di rumah, melakukan rutinitas yang berbeda dengan keseharian sebelumnya. Mereka juga menutup mata atas pandangan miring orang-orang yang meyayangkan gelar S1 mereka, titel mereka, IPK cumlaude, serta universitas ternama yang membesarkan mereka waktu itu. Selain itu? tentu dengan keluarnya mereka dari dunia kerja akan sedikit (atau banyak) berimbas pada neraca pemasukan keluarga. Tapi itulah hidup. Mereka memilih pada porsi, membesarkan anak di rumah. Yahh..beberapa dari kakakku memang berencana menjadi wiraswastawati kecil-kecilan. Tinggal menentukan waktu, ntah kapan mewujudkannya.
Sepemahamanku, dalam ajaran agama yang kuanut, sudah jelas pembagian wilayahnya. Bahwa istri tidak wajib mencari nafkah untuk keluarga. Kewajiban istri adalah urusan domestik, yakni lebih bertanggung jawab akan rumah tangga, serta perkembangan anak. Kuberi kata *lebih* karna sungguh tidak adil apabila suami kemudian benar-benar lepas tangan akan perkembangan anak. Tidak! Anak tetap tanggung jawab bersama, namun porsinya lebih banyak ke istri. Semisalpun istri bekerja (yang telah direstui suami), penghasilan dari bekerja itu nantinya menjadi hak istri, serta untuk diri mereka sendiri. Kalaupun uang itu digunakan untuk kepentingan keluarga? itu merupakah shodaqoh istri. Serta, walaupun istri sudah bekerja, tetap yang namanya suami itu memberi nafkah secukupnya untuk istri. Kata *secukupnya* kuberi font besar, karna sepahamanku juga, suami sebenarnya tidak berkewajiban memberikan semua gaji pada istri. Itu yang terkadang salah kaprah. Banyak istri yang uring-uringan karna tak tau jumlah gaji suami. Istri pun setauku, tidak wajib mengetahui berapa jumlah total gaji/ take home pay suami. Cukuplah istri diberi uang secukupnya untuk kehidupan rumah tangga. Semisal suami memberitahu jumlah gaji total setiap bulannya? ya itu alhamdulillah...tapi semisal tidak? tidak masalah. Selain itu, salah kaprah kedua biasanya adalah, ada beberapa suami yang merasa tidak perlu memberikan gajinya, karena si istri sudah punya penghasilan sendiri. Bahkan bila gaji si istri lebih tinggi. Hemmm....
Pemahamanku dan kondisi lingkungan yang kualami itulah yang akhirnya menyeretku pada satu pemikiran akan dunia kerja yang ingin kujalani. Aku ingin menjadi seorang Mompreneur. Yap, istilah itu muncul akhir-akhir ini untuk seorang Mom yang ingin berwiraswasta. Sebelum berumah tangga? spertinya aku inginlah menjajaki dunia kerja. Walaupun hatiku meragu, karna jika baru 2 tahun lalu resign? kok spertinya sayang. Atau? mungkin baru saja diangkat jadi pegawai tetap? lalu aku menikah dan resign? kok sayang ya? Tapi lagi-lagi itu pilihan hidup. Okelah..aku longgarkan lagi keinginanku. Slama aku belum punya anak, bolehlah aku kerja di luar, kerja kantoran dan pulang malam, (asal dibolehkan suami). Usiaku sekarang 22,5 tahun. Aku punya keinginan untuk menikah muda, minimal dalam kurun waktu 1 - 3 tahun lagi. Dengan siapa? wallahu'alam. Sejauh ini belum ada yang melamarku. ^^ Tapi jika memang keinginanku married 1-3 tahun lagi tak bisa terlaksana sperti keinginanku? maka aku memilih untuk workaholic dulu. Menjadi wanita karier slama 5 tahun, menabung, dan tetap..kelak menjadi Mompreneur.
Sebenarnya, semenjak lulus, aku ingin langsung terjun ke dunia wiraswasta kecil-kecilan. Tapi ada lagi yang membuatku terpaksa mengurungkan niat. Yakni tabunganku slama ini masih minim. Aku tak mau menggunakan uang dari orangtua, karna kuyakin, jika aku gagal? maka konsekwensinya lebih berat dibandingkan bila aku menggunakan modal dari tabunganku sendiri. Walaupun aku terlahir dari keluarga yang berwiraswasta, namun bapak, terlebih ibuku bukanlah termasuk risk taker. Sedangkan untuk saat ini, bapak kebetulan sudah dipanggil Allah swt. Sehingga? untuk kasus ini, aku merasa sedikit kurang bisa menjalankan niatku ini. Tapi aku tidak menyalahkan bunda, karna aku tau..ini bentuk sayang Bunda padaku. Mencari uang itu susah. ^^ Oiya..aku juga sangat salut pada Bunda, yang telah membesarkan keempat putrinya hingga S1. Melihat satu per satu putri kecilnya beranjak dewasa dan menikah. Serta memperbolehkan putrinya untuk memutuskan resign walaupun sudah sekolah di ITB skalipun. I love u Mom..Aku tau, ada orangtua yang memandang miring akan profesi ibu rumah tangga. Sayang, sudah sekolah mahal-mahal kok cuman dipake di rumah. ^^
Kembali ke topik. Yap, karena faktor modal? akhirnya keinginanku untuk wiraswasta dari lulus kuliah, kutunda dululah. Setaun ini spertinya aku ingin berusaha kerja dulu. Walau aku tau, sebenarnya ada lagi masalah lain di balik ini, yang belum kuungkap dalam tulisan ini. Aku hanya ingin kelak kalau aku mempunyai anak, aku bisa fokus ke anakku. Melihat dia tumbuh dari waktu ke waktu. Tapi disisi lain? aku tetap mempunyai income. Aku harus membuka mata, bahwa apapun sekarang serba mahal. Akan lebih baik bila pemasukan keluarga berasal dari dua pihak, suami dan istri. Namun? aku tak mau bila kerja kantoran. Terpaksa meninggalkan anakku demi uang dan rejeki di luar. Kebetulan aku mempunyai pemahaman, dan keyakinan, bahwa rejeki bisa didapat dari mana saja. Selama kita berdoa dan usaha. Semisalpun nanti wiraswastaku belum terlalu maju. Aku akan slalu snantiasa berdoa, agar rejeki suamiku lebih lancar. Tak apa apa bila rejekiku belum lancar, tapi smoga rejeki keseluruhan di keluargaku lancar. Yang utama? aku ingin lebih menjaga investasi jangka panjang kami. Yakni anak.
Ada hal lain yang membuat aku ingin menjadi seorang Mompreneur. Selain agar bisa melihat anakku dari waktu ke waktu dan mengurus suami. Dengan menjadi Mompreneur? aku ingin membuka lapangan kerja, bermanfaat untuk orang-orang di sekitar, yang mungkin karna faktor keadaan membuat keahlian mereka tidak terasah dengan baik. Jika semua orang ingin mencari kerja? sementara negara saja masih timpang dalam jumlah pencari kerja. Trus bagaimana? Aku sudah cukup capai melihat lulusan S2, tapi banting harga mencari kerja untuk posisi yang harusnya untuk S1. Juga demikian halnya S1, daripada nganggur? lalu menyasar kerjaan yang diperuntukkan untuk D3. Seleksi alam? memang. Itulah sebabnya aku ingin wiraswasta. Selain itu? aku sadar aku adalah seorang perempuan. Pemikiranku ini pasti akan berbeda bila aku seorang lelaki. Jika aku lelaki? aku akan memilih kerja kantoran yang relatif lebih aman gajinya. Tidak seperti wiraswasta. Mungkin di usia 35 atau 40 tahun, aku seorang lelaki yang bekerja kantoran, namun punya sambilan rumah makan. hehehe.. Tapi?inilah aku. Seorang perempuan. Yang sebenarnya tidak terlalu dituntut untuk menafkahi keluarga. Namun diberi tanggung jawab lain yang tak kalah besarnya dengan lelaki.
Disisi lain, aku sadar diri akan kekuranganku. Aku sedikit lemah fisik, ntah itu karna kurang terlatih saja atau memang dasarnya seperti itu?aku tak tau. Tapi sepertinya akan sangat menguras tenaga sekali, wonder woman sekali aku, bila bekerja sebagai ibu namun juga wanita karier. Wauw! sungguh aku sangat salut dan ingin tau bagaimana kinerja dari para wanita/istri yang tetap bekerja di luar, namun juga sangat bertanggungjawab akan kehidupan rumahnya. Bagaimana mereka mengontrol capek diri, serta psikis, dan tingkat stres. Itu yang ingin kupelajari. Tidak mudah berada dalam kondisi underpressure kerjaan kantor, pulang-pulang rumah masih berantakan, anak rewel, suami juga mungkin sedang cuek karna capai dengan kerjaan. Itu susah! tapi bukan hal yang tak mungkin. Namun, sejauh ini, aku merasa diri ini belum sanggup bila menjalani itu smua. Sehingga aku memutuskan untuk bekerja? tapi dari rumah saja. Tetap mempunyai income, membantu sesama, mempunyai komunitas, ilmu S1 ku pun tetap terpakai, dan yang terpenting? dekat dengan keluarga.
Keinginanku? Semoga aku kelak bisa menjadi wiraswastawati yang sukses, istri yang sholehah dan ibu yang baik untuk anak-anak. Senantiasa bisa menjaga diri ini dan keluargaku dalam jalan yang slalu diridhoi dan diberkahi Allah swt. Aku ingin, menjadi ibu yang snantiasa ada disaat anak-anak membutuhkan, aku ingin menjadi istri yang menyejukkan suami, yang telah lelah karna rutinitas di luar. Susah? memang. Terlalu muluk? tidak juga. Kalo bisa bercita-cita yang tinggi dan susah, serta mentargetkan diri untuk hal yang baik? kenapa harus memilih cita-cita yang biasa? heee... Semua butuh proses, dan proses butuh waktu.Yap, smoga aku bisa menggapai itu smua.Amin. ^^
No comments:
Post a Comment